Kaum Muslimin
rahimakumulloh..
Di masa
Jahiliyah, penduduk Arab dikenal hidup berkelompok dan sering bermusuhan.
Mereka sangat jauh dari rasa damai karena suburnya sikap saling mencurigai dan
saling membenci di antara mereka, sampai akhirnya Allah Subhanahu wa Ta'ala
mengutus seorang Rasul, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Mula-mula
kehadiran beliau dianggap pembawa perpecahan. Tapi, dalam waktu yang relatif
singkat, beliau justru berhasil mempersatukan mereka dalam semangat
persaudaraan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Alloh subhanahu wa
ta’ala berfirman:
Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali
(agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah
kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah
mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara,
sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang api neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu agar kamu mendapat petunjuk. (Qs Ali Imran [3]: 103)
Beriman adalah
wajib, tetapi persatuan orang-orang yang beriman juga tidak kalah wajib. Sebab,
di dalamnya terkandung kemaslahatan yang mutlak harus diwujudkan dan berujung
pada pemeliharaan eksistensi agama (hifzhud-din) itu sendiri.
Sebaliknya,
saat umat Islam jauh dari persatuan, konsekuensinya adalah hilangnya
implementasi berbagai ajarannya, yang berarti terhalangnya realisasi
kemaslahatan yang amat dibutuhkan manusia. Tidak heran bila al-Qurthubi
menafsirkan ayat tersebut dengan menyatakan, ”Sesungguhnya Allah Ta'ala
menyuruh untuk bersatu dan melarang dari keterceraiberaian, sebab perpecahan
adalah kebinasaan dan persatuan adalah keselamatan.” (al-Jami' li Ahkam
al-Qur'an, IV:159).
Sekalipun
perintah bersatu telah begitu tegas dinyatakan dalam al-Qur`an, namun begitu
pentingnya hal ini, Rasulullah Shalallohu alaihi wasallam masih merasa perlu
menegaskan lagi dalam sabda beliau,
”Wahai manusia, kalian harus bersatu dan
janganlah kalian terpecah. Wahai manusia, kalian harus bersatu dan janganlah
kalian terpecah.” (HR Ahmad)
Perlu
dicatat, hendaknya kaum Muslim tidak terpedaya oleh Hadits yang digandrungi
kaum liberal, yakni, “Perbedaan (perselisihan) umatku adalah rahmat.” Hadits
ini diperselisihkan antara dhaif dan maudhu'. Al-Suyuthi menyatakan bahwa ia
gagal menemukan sanad yang maqbul untuk Hadits ini.
Syaikh Al
Albani juga menyatakan: “Hadits itu tidak berdasar, tanpa sanad atau
maudhu'. Kalaupun dianggap sebagai Hadits, maka lingkupnya hanya pada perbedaan
ijtihad dan fatwa, bukan perpecahan umat “(al-Sakhawi, al-Maqasid
al-Hasanah: 70).
Kaum Muslimin
rahimakumulloh...
Persatuan yang
dibangun Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bukan persatuan semu yang
didasari oleh kesamaan nasib, keturunan, suku, atau kesamaan lainnya.
Persatuan yang
dibangun Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah persatuan yang
dilandasi atas kesamaan di hadapan Allah Ta'ala.
Atas dasar itulah kaum Muslim di Arab kemudian bersatu dan saling memberi.
Sejak itu mereka pun masuk dalam kehidupan yang penuh dengan nilai-nilai
persaudaraan. Mereka nikmati suasana bathin yang saling mempercayai,
menghormati, dan menjaga. Mereka jauh dari sifat iri, dengki, dan ingin
menguasai saudaranya.
Tak sekedar
persatuan Fisik
Persatuan kaum
Muslimin adalah persatuan hati dan fikrah, bukan sekadar persatuan fisik
seperti kesamaan tempat tinggal atau pekerjaan. Persatuan seperti ini nilainya
semu karena bersifat ashobiyah (kesukuan).
Dalam Islam tidak
ada yang lebih rendah dan lebih tinggi di hadapan Allah Ta'ala. Semua manusia
sama, setingkat, sederajat, dan sekasta. Yang menentukan tinggi rendahnya
seseorang adalah nilai taqwanya Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Qs
Al-Hujurat 49: 13)
Nilai-nilai persatuan dan persaudaraan telah dibuktikan secara sempurna oleh
kaum Muhajirin dan Anshar. Mereka sebelumnya adalah dua kelompok yang belum pernah
saling mengenal. Setelah dipersatukan Islam, mereka bisa bersaudara melebihi
saudara kandung. Bahkan begitu akrab dan kentalnya persaudaraan mereka
sampai-sampai di antara mereka seolah-olah bisa saling mewarisi.
Al-Qur`an
secara khusus telah memotret kehidupan mereka:
“Dan orang-orang yang telah menempati
kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka
(Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka
(Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka
terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka
mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun
mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya,
mereka itulah orang orang yang beruntung. Orang-orang yang terdahulu lagi yang
pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang
yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun
ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah
kemenangan yang besar
(Qs At-Taubah 09:100).
Karunia
Termahal
Sungguh, nilai
persatuan dalam Islam itu sangat berharga. Lebih berharga dari apa pun yang ada
di dunia. Bahkan, sekiranya segala kekayaan yang ada di muka bumi dikumpulkan
untuk mempersatukan hati manusia, niscaya tidak akan pernah bisa tanpa
izin-Nya. Allah Ta'ala berfirman,
“Dan Yang mempersatukan hati mereka
(orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang
berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi
Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha
Bijaksana. (Qs Al-Anfal 08: 63)
Karena itu jika
ada perselisihan di antara kita, harus segera ada upaya tanggap darurat untuk
meng-islah-nya. Budaya komunikasi dan tabayyun (klarifikasi) harus betul-betul
kita hidupkan. Sebab, sebagian perselisihan itu disebabkan oleh suburnya isu,
desas-desus, dan perasaan saling curiga. Itulah sebabnya Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam melarang sifat-sifat ini.
Beliau
bersabda,
"Janganlah kalian berprasangka, karena
prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta. Dan janganlah meneliti
omongan orang dan meneliti kejelekan orang, dan jangan saling pamer, jangan
saling menghasud, saling membenci, saling menjauhi, dan hendaklah kalian
menjadi hamba Allah yang saling bersaudara." (HR Muslim )
Ishlah
(perbaikan) adalah obat ketika penyakit perselisihan dan perpecahan mulai
tumbuh. Islah adalah jalan damai yang harus ditempuh sebelum langkah lainnya.
Allah subhanahu Ta'ala berfirman,
“Dan jika ada dua golongan dari mereka yang
beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang
satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar
perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia
telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu
berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.(Qs
Al-Hujurat 49 : 9)
Perbedaan
Berbalut Persatuan
Meski persatuan
begitu vital, namun dalam Islam ia tidak menghapuskan perbedaan (khilafiyah)
dalam masalah furu’iyyah (cabang-cabang dalam Ibadah). Di masa Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam pun sudah terdapat perbedaan pendapat di kalangan
sahabat, tapi mereka tetap bersatu, tidak berselisih, apalagi bercerai berai.
Mereka tetap berada dalam satu Shaf yang kokoh di bawah kepemimpinan Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Dengan
persatuan seperti ini, mereka tak gentar sedikit pun menghadapi musuh. Bahkan
musuh paling kuat sekali pun. Allah Ta'ala berfirman,
" Hai orang-orang yang beriman, bila
kalian bertemu dengan suatu kelompok (musuh), maka bertahanlah dan ingatlah
kepada Allah banyak-banyak agar kamu sekalian mendapatkan kemenangan. Dan
taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya serta janganlah kamu sekalian saling
bertentangan, maka akan lemahlah kamu sekalian dan hilanglah kekuatanmu.
Bersabarlah karena sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bersabar. (Qs
Al-Anfal 08: 45 -46)
Kaum muslimin
rahimakumulloh...
Ayat di atas
mengisyaratkan bahwa boleh jadi kelemahan dan hilangnya kekuatan kita saat ini
semata-mata karena kita masih bercerai-berai. Kita terbagi dalam
kelompok-kelompok kecil yang saling membanggakan diri, berprasangka, dan saling
mencari kelemahan. Adalah bijaksana bila antar kelompok yang mengaku ingin
menghidupkan Jamaah saling mendekat kembali. Mari kita buang jauh-jauh segala
prasangka, sikap saling mencurigai, dan acuh tak acuh terhadap pihak lain.
Jangan asyik dengan diri sendiri atau kelompoknya sendiri. Mari kita buka hati
lebar-lebar untuk saling memberi dan menerima. Perbaikilah akhlaq, khususnya
dalam bermuamalah! Hilangkan perasaan paling benar, paling suci, dan keinginan
untuk menang sendiri, dan sudah saatnya kita bersatu dalam satu sistem Islam
itu sendiri yaitu Khilafah Islamiyyah/ Kekhalifahan Islam/ Khilafatul
Muslimin.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
(Qs An-Nisa 04:59)
Wallohu a’lam
bishshawwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar