Kamis, 22 Agustus 2013

Enggan Bersatu Tanda Kejahiliyahan

Segala puji hanya milik Alloh subhanahu wa ta'ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Rasululloh shalallohu alaihi wassallam, keluarganya, shahabatnya, dan Insya Alloh kepada kita semua yang tetap Istiqomah menetapi jalan-Nya aamiin.

Kaum Muslimin rahimakumulloh..

Di masa Jahiliyah, penduduk Arab dikenal hidup berkelompok dan sering bermusuhan. Mereka sangat jauh dari rasa damai karena suburnya sikap saling mencurigai dan saling membenci di antara mereka, sampai akhirnya Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus seorang Rasul, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Mula-mula kehadiran beliau dianggap pembawa perpecahan. Tapi, dalam waktu yang relatif singkat, beliau justru berhasil mempersatukan mereka dalam semangat persaudaraan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:

Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang api neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk. (Qs Ali Imran [3]: 103)

Beriman adalah wajib, tetapi persatuan orang-orang yang beriman juga tidak kalah wajib. Sebab, di dalamnya terkandung kemaslahatan yang mutlak harus diwujudkan dan berujung pada pemeliharaan eksistensi agama (hifzhud-din) itu sendiri. 
Sebaliknya, saat umat Islam jauh dari persatuan, konsekuensinya adalah hilangnya implementasi berbagai ajarannya, yang berarti terhalangnya realisasi kemaslahatan yang amat dibutuhkan manusia. Tidak heran bila al-Qurthubi menafsirkan ayat tersebut dengan menyatakan, ”Sesungguhnya Allah Ta'ala menyuruh untuk bersatu dan melarang dari keterceraiberaian, sebab perpecahan adalah kebinasaan dan persatuan adalah keselamatan.” (al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, IV:159).

Sekalipun perintah bersatu telah begitu tegas dinyatakan dalam al-Qur`an, namun begitu pentingnya hal ini, Rasulullah Shalallohu alaihi wasallam masih merasa perlu menegaskan lagi dalam sabda beliau, 

”Wahai manusia, kalian harus bersatu dan janganlah kalian terpecah. Wahai manusia, kalian harus bersatu dan janganlah kalian terpecah.” (HR Ahmad)

 Perlu dicatat, hendaknya kaum Muslim tidak terpedaya oleh Hadits yang digandrungi kaum liberal, yakni, “Perbedaan (perselisihan) umatku adalah rahmat.” Hadits ini diperselisihkan antara dhaif dan maudhu'. Al-Suyuthi menyatakan bahwa ia gagal menemukan sanad yang maqbul untuk Hadits ini. 

Syaikh Al Albani juga menyatakan: “Hadits itu tidak berdasar, tanpa sanad atau maudhu'. Kalaupun dianggap sebagai Hadits, maka lingkupnya hanya pada perbedaan ijtihad dan fatwa, bukan perpecahan umat “(al-Sakhawi, al-Maqasid al-Hasanah: 70).

Kaum Muslimin rahimakumulloh...
Persatuan yang dibangun Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bukan persatuan semu yang didasari oleh kesamaan nasib, keturunan, suku, atau kesamaan lainnya.
Persatuan yang dibangun Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah persatuan yang dilandasi atas kesamaan di hadapan Allah Ta'ala.                        Atas dasar itulah kaum Muslim di Arab kemudian bersatu dan saling memberi. Sejak itu mereka pun masuk dalam kehidupan yang penuh dengan nilai-nilai persaudaraan. Mereka nikmati suasana bathin yang saling mempercayai, menghormati, dan menjaga. Mereka jauh dari sifat iri, dengki, dan ingin menguasai saudaranya.

Tak sekedar persatuan Fisik
Persatuan kaum Muslimin adalah persatuan hati dan fikrah, bukan sekadar persatuan fisik seperti kesamaan tempat tinggal atau pekerjaan. Persatuan seperti ini nilainya semu karena bersifat ashobiyah (kesukuan).
Dalam Islam tidak ada yang lebih rendah dan lebih tinggi di hadapan Allah Ta'ala. Semua manusia sama, setingkat, sederajat, dan sekasta. Yang menentukan tinggi rendahnya seseorang adalah nilai taqwanya Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Qs Al-Hujurat 49: 13)

Nilai-nilai persatuan dan persaudaraan telah dibuktikan secara sempurna oleh kaum Muhajirin dan Anshar. Mereka sebelumnya adalah dua kelompok yang belum pernah saling mengenal. Setelah dipersatukan Islam, mereka bisa bersaudara melebihi saudara kandung. Bahkan begitu akrab dan kentalnya persaudaraan mereka sampai-sampai di antara mereka seolah-olah bisa saling mewarisi.
Al-Qur`an secara khusus telah memotret kehidupan mereka:

 “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung. Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar
(Qs At-Taubah 09:100). 

Karunia Termahal
Sungguh, nilai persatuan dalam Islam itu sangat berharga. Lebih berharga dari apa pun yang ada di dunia. Bahkan, sekiranya segala kekayaan yang ada di muka bumi dikumpulkan untuk mempersatukan hati manusia, niscaya tidak akan pernah bisa tanpa izin-Nya. Allah Ta'ala berfirman,

 “Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana. (Qs Al-Anfal 08: 63)    
        
Karena itu jika ada perselisihan di antara kita, harus segera ada upaya tanggap darurat untuk meng-islah-nya. Budaya komunikasi dan tabayyun (klarifikasi) harus betul-betul kita hidupkan. Sebab, sebagian perselisihan itu disebabkan oleh suburnya isu, desas-desus, dan perasaan saling curiga. Itulah sebabnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang sifat-sifat ini.
Beliau bersabda, 

"Janganlah kalian berprasangka, karena prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta. Dan janganlah meneliti omongan orang dan meneliti kejelekan orang, dan jangan saling pamer, jangan saling menghasud, saling membenci, saling menjauhi, dan hendaklah kalian menjadi hamba Allah yang saling bersaudara." (HR Muslim )

Ishlah (perbaikan) adalah obat ketika penyakit perselisihan dan perpecahan mulai tumbuh. Islah adalah jalan damai yang harus ditempuh sebelum langkah lainnya. Allah subhanahu Ta'ala berfirman,

“Dan jika ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.(Qs Al-Hujurat 49 : 9)

Perbedaan Berbalut Persatuan
Meski persatuan begitu vital, namun dalam Islam ia tidak menghapuskan perbedaan (khilafiyah) dalam masalah furu’iyyah (cabang-cabang dalam Ibadah). Di masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun sudah terdapat perbedaan pendapat di kalangan sahabat, tapi mereka tetap bersatu, tidak berselisih, apalagi bercerai berai. Mereka tetap berada dalam satu Shaf yang kokoh di bawah kepemimpinan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Dengan persatuan seperti ini, mereka tak gentar sedikit pun menghadapi musuh. Bahkan musuh paling kuat sekali pun. Allah Ta'ala berfirman,

" Hai orang-orang yang beriman, bila kalian bertemu dengan suatu kelompok (musuh), maka bertahanlah dan ingatlah kepada Allah banyak-banyak  agar kamu sekalian mendapatkan kemenangan. Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya serta janganlah kamu sekalian saling bertentangan, maka akan lemahlah kamu sekalian dan hilanglah kekuatanmu. Bersabarlah karena sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bersabar. (Qs Al-Anfal 08: 45 -46)

Kaum muslimin rahimakumulloh...
Ayat di atas mengisyaratkan bahwa boleh jadi kelemahan dan hilangnya kekuatan kita saat ini semata-mata karena kita masih bercerai-berai. Kita terbagi dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membanggakan diri, berprasangka, dan saling mencari kelemahan. Adalah bijaksana bila antar kelompok yang mengaku ingin menghidupkan Jamaah saling mendekat kembali. Mari kita buang jauh-jauh segala prasangka, sikap saling mencurigai, dan acuh tak acuh terhadap pihak lain. Jangan asyik dengan diri sendiri atau kelompoknya sendiri. Mari kita buka hati lebar-lebar untuk saling memberi dan menerima. Perbaikilah akhlaq, khususnya dalam bermuamalah! Hilangkan perasaan paling benar, paling suci, dan keinginan untuk menang sendiri, dan sudah saatnya kita bersatu dalam satu sistem Islam itu sendiri yaitu Khilafah Islamiyyah/ Kekhalifahan Islam/ Khilafatul Muslimin. 

Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
(Qs An-Nisa 04:59)

Wallohu a’lam bishshawwab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar