Kamis, 22 Agustus 2013

Ahlus Sunnah, Antara Pengakuan dan Realita


Segala puji hanya bagi Alloh Subhanahu wa ta’ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulalloh Shalallahu alaihi wasallam,keluarganya, shahabatnya, dan Insya Alloh kepada kita semua yang tetap Istiqomah menetapi jalan-Nya Aamiin.

Kaum muslimin rahimakumulloh..

Nama Ahlus Sunnah adalah nama yang tidak lepas dari sejarah Ummat Islam, sesuai perintah yang jelas dari Rasulalloh shalallahu alaihi wasallam, yaitu agar senantiasa berpegang teguh dengan Sunnahnya dan agar selalu menjauhi segala kebid’ahan yang datang dari sesudah Sunnahnya sebagaimana dalam hadits Irbad bin Sariyah radiallohu anhu:

”Wajib kalian berpegang teguh dengan Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk sepeninggalku, dan hati-hatilah kalian dari perkara yang baru, karena setiap perkara yang baru adalah Bid’ah dan setiap Bid’ah adalah kesesatan” 
(HR Ahmad fie Ashabus Sunan)

Maka Ahlus Sunnah adalah representasi resmi dari Islam sebagaimana dikatakan oleh Imam Bashir bin Harits, Islam adalah Sunnah dan Sunnah adalah Islam (Syarhu Sunnah hal 126)

Tatkala virus-virus Bid’ah menggerogoti Ummat ini dan munculnya berbagai macam kelompok Bid’ah maka kaum Muslimin bersatu padu dibawah panji Ahlus Sunnah wal Jamaah untuk mempertahankan kemurnian islam dan menepis rongrongan ahli bid’ah.
Muhammad bin Sirrin berkata: “Dahulu para Ulama tidak menanyakan tentang Sanad, ketika terjadi fitnah (Kelompok-kelompok Bid’ah) maka mereka berkata, “sebutkanlah perowi kalian kepada kami” Maka dilihatlah kepada Ahlus Sunnah dan diambillah Hadits mereka, dan dilihat para Ahlul Bid’ah tidak diambil Hadits mereka” (Muqadimah Shahih Muslim) maka jadilah nama Ahlus Sunnah menjadi tolak ukur kemurnian  dan keshahihan ajaran Islam.

Tetapi ahli Bid’ah dan Ahwa (Hawa nafsu) tidak tinggal diam, mereka menggunakan segala macam cara untuk melariskan kesesatan mereka, termasuk mencakup nama Ahlus Sunnah wal Jama’ah untuk mengelabui Ummat Islam tentang jati diri mereka, maka muncullah klaim-klaim dari berbagai kelompok mereka bahwa mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang sesungguhnya, mulai dari kelompok-kelompok kawakan seperti Asy’ariyah,Kullabiyah, hingga kelompok-kelompok modern seperti Qhutubiyah Sururiyah.
Hanya saja pengakuan-pengakuan mereka tidak didukung dengan realita yang ada pada mereka, kenyataannya mereka selalu mnyimpang dan menjauhi As-Sunnah, bahkan mereka begitu asyik dengan kebid’ahan mereka.

Dari sinilah dibutuhkan Tahqiq (Verivikasi) manakah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang sesungguhnya dari semua klaim yang ada. Merupakan hal yang dimaklumi bahwa Islam datang dari Alloh subhanahu wa ta’ala dan bukan dari pemikiran dan akal Manusia. Islam datang dari sisi Alloh dan Rasul-Nya.

Rasulalloh shalallohu alaihi wasallam telah menjelaskan Islam ini kepada para Shahabatnya melaui Sunnah-sunnahnya, jadilah para Shahabat barisan terdepan dari Ahlus Sunnah , dan barisan terbaik yang dengan rekomendasi dari Alloh dan Rasul-nya yang menyatakan bahwa mereka adalah generasi terbaik Ummat ini, sehingga keislaman para shahabat merupakan standar yang akurat dari keislaman para generasi sesudahnya, barang siapa yang mengikuti jejak para shahabat dalam mengamalkan Sunnah-Sunnah Rasulalloh shalallohu alaihi wasallam maka dialah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang sesungguhnya, dan siapa yang menyeleweng dari jalan para shahabat maka sungguh dialah alhul Bid’ah wal Ahwa meskipun ia mengklaim dirinya serta kelompoknya sebagai Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Fudhail bin Iyadh berkata: 

“Jika aku melihat seorang Ahlus Sunnah  maka seakan-akan aku melihat seorang shahabat Rasulalloh shalallohu alaihi wasallam, dan jika aku melihat seorang ahlul Bid’ah maka seakan-akan aku melihat seorang Munafiq”. (Syarhu Sunnah hal 126)

Ibnu Hajm berkata: “Ahlus Sunnah yang kami sebutkan adalah Ahlul Haq, dan yang selain mereka adalah Ahlul Bid’ah, maka Ahlus Sunnah adalah para Shahabat dan setiap orang yang menempuh mereka dari para Tabi’in kemudian Ashabul Hadits dan orang-orang yang mengikuti mereka dari para Fuqoha, generasi-generasi berikutnya hingga saat ini, demikian juga orang-orang yang mengikuti mereka dari kalangan awam dari Timur dan Barat, semoga Alloh Subhanahu wa ta’ala selalu merahmati mereka semuanya” ( Al-Fishal fiel Milal wal Ahwa wan Nihal, 2/271)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Ahlus Sunnah adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan Kitabulloh dan Sunnah Rasulalloh Shalallohu alaihi wasallam dan apa yang disepakati oleh As-Sabiqunal Awwalun dari kalangan Muhajirin dan Anshor dan dari kalangan orang -orang yang mengikuti mereka dengan baik “ (Majmu Fatawa, 3/375)
Hasan Al-Basri berkata:”Sesungguhnya Ahlus Sunnah adalah yang paling sedikit dari Manusia pada zaman yang telah lewat, dan mereka paling sedikit dari Manusia pada zaman yang tersisa, mereka adalah orang-orang yang tidak ikut-ikutan dengan orang yang bermewah-mewahan dan tidak juga dengan Ahli Bid’ah dalam ke Bid’ahan mereka, dan mereka sabar dalam menjalankan Sunnah hingga bertemu dengan Robb mereka” (Sunan Darimi 1/83)

Maka berbahagialah orang yang meninggal diatas Islam dan Sunnah, Alloh Subhanahu wa ta’ala berfirman:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (Qs Al-Baqarah 208)

Dalam ayat ini  Alloh Subhanahu wa ta’ala menjelaskan kepada kita bahwa masuk kedalam Islam secara Kaafah adalah wajib adanya dengan kalimat “Udhulu fis silmi Kaafah” (Masuklah kedalam Islam secara menyeluruh), mengikuti sistem hidup seperti Kapitalisme, Sosialisme, Komunisme, mengambil hukum selain hukun Alloh Subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya, mengambil tingkah laku selain tingkah laku ajaran Islam adalah haram sesuai kalimat “Wala tat tabi’u khutuwatis syaithon” (Janganlah engkau mengikuti langkah-langkah Syaithon) sebab ia adalah musuh yang sangat jelas bagi orang yang beriman.
Hal ini telah ditegaskan oleh Alloh Subhanahu wa ta’ala dalam ajaran Islam bahwa  ajaran Islam adalah ajaran yang sempurna dan lengkap tidak ada kekurangan didalamnya, dimulai dengan hal-hal yang dianggap kecil sampai dengan hal yang besar, telah dicontohkan oleh Rasulalloh shalallohu alaihi wasallam dalam Sunnahnya, dari cara masuk kamar mandi, buang hajat, menyisir, memakai baju, bersenda gurau dengan anak dan istri telah dicontohkan oleh Rasulalloh shalallohu alaihi wasallam, apalagi dengan  hal-hal yang berkaitan dengan perkara yang lebih besar dari itu dan berhubungan  dengan kemaslahatan diri dan Masyarakat dunia akhirat, maka tentunya lebih diperhatikan dan telah diajarkan oleh Rasulalloh shalallohu alaihi wasallam, jika tidak, maka betapa Dhoif (lemah) nya ajaran Islam, kenapa? karena yang dianggap kecil diajarkan, sedangkan yang menyangkut perkara yang sangat besar dan yang menyangkut kemaslahatan diri dan  Masyarakat  tidak diajarkan, sungguh sangat Ironis sekali.

Kaum muslimin rahimakumulloh..
Salah satu hal yang berhubungan keselamatan diri serta Ummat Islam dunia dan Akhirat adalah Jama’ah yang Haq, tentunya hal ini telah dipraktekkan oleh Rasulalloh shalallohu alaihi wasallam dan para shahabat dari kalangan Muhajirin wal  Anshor radiallohu anhu, karena mereka senatiasa berjama’ah, berta’awun alal birri wat-taqwa sebagaiman telah diperintahkan oleh Alloh subhanahu wa ta’ala dalam banyak  firmannya.

Tegasnya ahlus sunnah wal jama’ah adalah mereka yang senantiasa menjadikan tolak ukur kebenaran adalah Al-Qur’an  dan As-Sunnah dengan cara masuk Islam secara Kaafah dan tidak setengah-setengah, dimulai dari perkara-perkara yang dianggap kecil sampai dengan perkara-perkara yang besar, dari perkara pribadi,keluarga, berjama’ah /bermasyarakat persis dan Ittiba’ /mengikuti Rasulalloh shalallohu alaihi wasallam sebagai utusan yang menunjukkan jalan keselamatan didunia fana dan akhirat yang baqaa. 
Kemudian mereka tidak setengah-setengah dalam menolak ajaran yang datang setelah  Islam, sebagai perkara baru yang sesat menyesatkan, yang menunjukkan jalan kesusahan dan kesempitan sampai pada titik kecelakaan yang tiada tara dan tidak ada duanya yaitu, adzab Neraka yang nista dan teramat pedih siksa-Nya.

Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak hanya memperhatikan hal-hal yang bersifat furu’iyyah (cabang-cabang Agama) seperti bagaimana kaifiyat Sholat,Rukun Sholat, Syarat Sholat, bagaimana batal Sholat, Qunut dan tidak qunut pada sholat subuh dan hal-hal lain yang serupa, tapi mereka benar-benar mangamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dari perkara A-Z.
Tapi kita lihat sekarang betapa banyak yang mengklaim  Ahlus Sunnah wal Jama’ah mungkin hanya sibuk dengan urusan membid’ahkan, menyalahkan beberapa golongan bahkan beranggapan tidak afdhol kalau yang menyampaikan bukan Syaikh mereka,dan mereka tidak berani kritis terhadap fatwa-fatwa yang disampaikan, mereka hanya menerima dengan alasan kami mengikuti ahli ilmu dan Hikmah dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulalloh shalallohu alaihi wasallam. 

“Apakah demikian Ahlus Sunnah wal Jama’ah”?
Mari kita bersihkan hati terus pupuk diri dengan ilmu Illahi yang benar, dan mampu menunjukkan kebenaran yang hakiki, jauhkan kebiasaan  saling menyalahkan, karena yng harus dilakukan adalah menda’wahkan kebenaran dengan cara yang benar, dengan hikmah, Mau’idhoh /pengajaran yang baik dan dengan beragumen dalam berdebat dengan cara yang lebih baik dan disenangi oleh sang Kholiq yaitu Alloh subhanahu wa ta’ala.

Kaum muslimin rahimakumulloh..
Berkenaan dengan Urgensitas Amir/Pemimpin kaum Muslimin dan Jama’ah mereka yang haq, Syaikhul Islmam Ibnu Taimiyyah dalam  Majmu’ Fatawa dalam Bab Urgensitas Pemerintahan Islam, beliau berkata: ”Harus diketahui bahwasannya memimpin urusan Ummat  Manusia merupakan tugas Agama yang paling besar, bahkan Agama dan Dunia tidak dapat tegak melainkan dengannya (Kepemimpinan). sebab kepentingan manusia itu hanya dapat dipenuhi dengan berjama’ah/bermasyarakat, karena satu sama lain saling menbutuhkan, dan pada saat berkumpul itu harus mempunyai pemimpin, sampai-sampai Rasulalloh shalallohu alaihi wasallam bersabda:

”Jika tiga orang keluar dalam perjalanan maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang dari mereka menjadi Amir sebagai pemimpinnya” 
(HR Abu Daud dari Hadits Abu Said dan Abu Hurairah).

Kemudian dikutip dari Hadits Imam Ahmad dalam Al-Musnad dari Abullah bin Amr, bahwa Nabi shalallohu alaihi wasallam bersabda:”Tidak halal bagi tiga orang yang berada di gurun pasir kecuali mereka mengangkat salah satu dari mereka menjadi Amir/Pemimpin.
Hadits selanjutnya yang dinukil olehnya adalah, Hadits Riwayat Muslim dalam Al-Iman,55/95 dan At-Tirmidzi dalam Al-Birr wa Ash-shilah, no 1926 dan ia menilai bahwa hadits ini hasan shahih, yaitu:” Agama itu nasihat,Agama itu nasihat,Agama itu nasihat,”. Mereka (Para shahabat) bertanya:”Bagi siapa ya Rasulalloh? Beliau menjawab:” bagi Alloh, Kitab-Nya, serta seluruh pemimpin Ummat Islam dan Rakyatnya”.
Maka yang wajib adalah menjadikan kekuasaan sebagai ketaatan (Dien) dan Ibadah (Qurbah) untuk mendekatkan diri kepada Alloh subhanahu wata’ala didalamnya, dengan mentaati Alloh subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya merupakan pendekatan diri yang paling utama, Ikhwal kebanyakan manusia rusak didalamnya hanyalah mencari kedudukan atau harta lewat kekuasaan tersebut.
Selanjutnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:”Puncak dari orang yang menginginkan kedudukan  adalah seperti Fir’aun, dan pengumpul harta akan seperti Qorun”  kemudian beliau mengutip firman Alloh subhanahu wata’ala:

Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi, lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Mereka itu adalah lebih hebat kekuatannya daripada mereka dan (lebih banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi, maka Allah mengazab mereka disebabkan dosa-dosa mereka. Dan mereka tidak mempunyai seorang pelindung dari azab Allah.
(Qs Al-Mu’min 21)

Dari uraian Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tadi dapat kiranya kita mengambil kesimpulan bahwa perkara Ulil Amri/Pemimpin kaum Muslimin/ Khalifah/Amirul Mu’minin adalah yang sangat dan sangat diperhatikan oleh Ahlus Sunnah wal Jama’ah lebih dari sekedar masalah-masalah furu’iyyah (cabang-cabang Agama) yang oleh sebagian besar kaum Muslimin selalu diperdebatkan. 
Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa mencari kebenaran, dan memulai untuk memikirkan diri, keluarga dan Masyarakat, sudahkah kita berjama’ah sebagai mana mestinya menurut  Alloh subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya? 
Jawabannya tidak perlu tergesa-gesa, karena perlu adanya pengakajian Ilmu sebagai landasan untuk berpijak, supaya kita tidak lagi terperosok lagi dengan memasuki berbagai macam organisasi-organisasi, jama’ah yang merupakan produk Ro’yu manusia yang dho’if (lemah dan jauh dari kesempurnaan).
Semoga dengan berjama’ah kita dijauhkan dari sifat tamak akan harta dunia dan kekuasaan. 

Wallahu ‘alam bisshawwab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar