Segala puji bagi Allah, yang
membentangkan tangan-Nya untuk menerima taubat hamba-hamba-Nya. Salawat dan
salam semoga tercurah kepada Nabi-Nya, teladan bagi segenap manusia, yang
menunjukkan kepada mereka jalan yang lurus menuju ampunan dan ridha-Nya. Amma
ba’du.
Ibnul Qayyim rahimahullah
berkata, “Tidaklah seorang hamba mendapatkan hukuman yang lebih berat
daripada hati yang keras dan jauh dari Allah.” (al-Fawa’id, hal.
95).
Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Sungguh celaka orang-orang yang berhati keras dari mengingat
Allah, mereka itu berada dalam kesesatan yang amat nyata.” (QS.
az-Zumar: 22).
Syaikh as-Sa’di rahimahullah
menerangkan, “Maksudnya, hati mereka tidak menjadi lunak dengan membaca
Kitab-Nya, tidak mau mengambil pelajaran dari ayat-ayat-Nya, dan tidak merasa
tenang dengan berzikir kepada-Nya. Akan tetapi hati mereka itu berpaling dari
Rabbnya dan condong kepada selain-Nya…” (Taisir al-Karim ar-Rahman,
hal. 722).
Ciri-Ciri Orang Berhati
Keras
Syaikh as-Sa’di rahimahullah
menerangkan, bahwa ciri orang yang berhati keras itu adalah tidak lagi merespon
larangan dan peringatan, tidak mau memahami apa maksud Allah dan rasul-Nya
karena saking kerasnya hatinya. Sehingga tatkala setan melontarkan
bisikan-bisikannya dengan serta-merta hal itu dijadikan oleh mereka sebagai
argumen untuk mempertahankan kebatilan mereka, mereka pun menggunakannya
sebagai senjata untuk berdebat dan membangkang kepada Allah dan rasul-Nya
(lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 542)
Orang yang berhati keras itu tidak
bisa memetik pelajaran dari nasehat-nasehat yang didengarnya, tidak bisa
mengambil faedah dari ayat maupun peringatan-peringatan, tidak tertarik
meskipun diberi motivasi dan dorongan, tidak merasa takut meskipun
ditakut-takuti. Inilah salah satu bentuk hukuman terberat yang menimpa seorang
hamba, yang mengakibatkan tidak ada petunjuk dan kebaikan yang disampaikan
kepadanya kecuali justru memperburuk keadaannya (lihat Taisir al-Karim
ar-Rahman, hal. 225).
Orang yang memiliki hati semacam
ini, tidaklah dia menambah kesungguhannya dalam menuntut ilmu melainkan hal itu
semakin mengeraskan hatinya… Wal ‘iyadzu billah (kita berlindung kepada
Allah darinya)… Maka sangat wajar, apabila sahabat yang mulia Abdullah bin
Mas’ud radhiyallahu’anhu mengingatkan kita semua, “Ilmu itu bukanlah
dengan banyaknya riwayat. Akan tetapi hakekat ilmu itu adalah rasa takut.”
Abdullah anak Imam Ahmad pernah bertanya kepada bapaknya, “Apakah Ma’ruf
al-Kurkhi itu memiliki ilmu?!”. Imam Ahmad menjawab, “Wahai putraku,
sesungguhnya dia memiliki pokok ilmu!! Yaitu rasa takut kepada Allah.”
(lihat Kaifa Tatahammasu, hal. 12).
Sebab Hati Menjadi Keras
Sebab utama hati menjadi keras
adalah kemusyrikan. Oleh sebab itu Ibnu Juraij rahimahullah menafsirkan
‘orang-orang yang berhati keras’ dalam surat al-Hajj ayat 53 sebagai
orang-orang musyrik (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [5/326]). Demikian
pula orang-orang yang bersikeras meninggalkan perintah-perintah Allah dan
orang-orang yang memutarbalikkan ayat-ayat Allah (baca: ahlul bid’ah); mereka
menyelewengkan maksud ayat-ayat agar cocok dengan hawa nafsunya. Orang-orang
seperti mereka adalah orang-orang yang berhati keras (lihat Taisir al-Karim
ar-Rahman, hal. 225). Selain itu, faktor lain yang menyebabkan hati
menjadi keras adalah berlebih-lebihan dalam makan, tidur, berbicara dan bergaul
(lihat al-Fawa’id, hal. 95)
Lembut dan Kuatkan Hatimu!
Sudah semestinya seorang muslim
-apalagi seorang penuntut ilmu!- berupaya untuk memelihara keadaan hatinya agar
tidak menjadi hati yang keras membatu. Ibnul Qayyim rahimahullah
menjelaskan bahwa hati seorang hamba akan menjadi sehat dan kuat apabila
pemiliknya menempuh tiga tindakan:
- Menjaga kekuatan hati. Kekuatan hati akan terjaga dengan iman dan wirid-wirid ketaatan.
- Melindunginya dari segala gangguan/bahaya. Perkara yang membahayakan itu adalah dosa, kemaksiatan dan segala bentuk penyimpangan.
- Mengeluarkan zat-zat perusak yang mengendap di dalam dirinya. Yaitu dengan senantiasa melakukan taubat nasuha dan istighfar untuk menghapuskan dosa-dosa yang telah dilakukannya (lihat Ighatsat al-Lahfan, hal. 25-26)
Sungguh indah perkataan Ibnu
Taimiyah rahimahullah, “Setiap hamba pasti membutuhkan waktu-waktu
tertentu untuk menyendiri dalam memanjatkan doa, berzikir, sholat, merenung,
berintrospeksi diri dan memperbaiki hatinya.” (dinukil dari Kaifa
Tatahammasu, hal. 13). Ibnu Taimiyah juga berkata, “Dzikir
bagi hati laksana air bagi seekor ikan. Maka apakah yang akan terjadi apabila
seekor ikan telah dipisahkan dari dalam air?” (lihat al-Wabil
ash-Shayyib). Ada seseorang yang mengadu kepada Hasan al-Bashri, “Aku
mengadukan kepadamu tentang kerasnya hatiku.” Maka beliau menasehatinya, “Lembutkanlah
ia dengan berdzikir.”
Ibnul Qayyim rahimahullah
berkata, “Barangsiapa yang menginginkan kejernihan hatinya hendaknya dia
lebih mengutamakan Allah daripada menuruti berbagai keinginan hawa nafsunya.
Hati yang terkungkung oleh syahwat akan terhalang dari Allah sesuai dengan
kadar kebergantungannya kepada syahwat. Hancurnya hati disebabkan perasaan aman
dari hukuman Allah dan terbuai oleh kelalaian. Sebaliknya, hati akan menjadi
baik dan kuat karena rasa takut kepada Allah dan ketekunan berdzikir
kepada-Nya.” (lihat al-Fawa’id, hal. 95)
Langkah Selanjutnya?
Dari keterangan-keterangan di atas,
dapatlah kita simpulkan bahwa untuk menjaga hati kita agar tidak keras dan
membatu adalah dengan cara:
- Beriman kepada Allah dan segala sesuatu yang harus kita imani
- Mentauhidkan-Nya, yaitu dengan mempersembahkan segala bentuk ibadah hanya kepada-Nya dan membebaskan diri dari segala bentuk penghambaan kepada selain-Nya
- Melaksanakan ketaatan kepada-Nya dan taat kepada rasul-Nya
- Meninggalkan perbuatan dosa, maksiat dan penyimpangan
- Banyak mengingat Allah, ketika berada di keramaian maupun ketika bersendirian
- Banyak bertaubat dan beristighfar kepada Allah untuk menghapus dosa-dosa kita
- Menanamkan perasaan takut kepada Allah dan berusaha untuk senantiasa menghadirkannya dimana pun kita berada
- Merenungi maksud ayat-ayat al-Qur’an dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
- Selalu bermuhasabah/berintrospeksi diri untuk memperbaiki diri dan menjaga diri dari kesalahan yang pernah dilakukan di masa lalu
- Bergantung kepada Allah dan mendahulukan Allah di atas segala-galanya
Ya Allah, lunakkanlah hati kami
dengan mengingat-Mu dan bersyukur kepada-Mu…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar