Segala puji hanya milik Alloh subhanahu wa ta'ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Rasululloh shalallohu alaihi wassallam,keluarganya,shahabatnya,dan Insya Alloh kepada kita semua yang tetap Istiqomah menetapi jalan-Nya aamiin.
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah
dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” (Qs An-Nissa 59)
Kaum Muslimin
rahimakumulloh..
Seluruh kaum
muslimin bersepakat akan wajibnya mengangkat seorang Imam/Khalifah/Amirul
Mu'minin bagi kaum Muslimin sebagai pelaksanaan dari perintah Alloh subhanahu
wa ta'ala dalam rangka beribadah kepada-Nya, diantara alasan pokok kewajiban
itu adalah firman Alloh subhanahu wa ta'alaa diatas.
Kewajiban Thaat Kepada Ulil Amri
Ulil Amri yang
dimaksud diatas ditujukan kepada setiap orang yang beriman tanpa terkecuali,
dimana kewajiban itu pada hakikatnya adalah merupakan kewajiban terhadap Alloh
subhanahu wa ta'ala sebagai sang pemberi perintah itu sendiri, dan bukan ibadah
kepada Ulil Amri secara pribadi, oleh karena itu pembangkangan
terhadapnya akan berakibat maksyiat dan dosa kepada Alloh subhanahu wa ta'ala,
dan sebaliknya ketaatan kepada Ulil Amri akan berbuah pahala disisi Alloh subhanahu
wa ta'ala.
Rasululloh
shalallohu alaihi wassallam bersabda:
"Barang siapa mentaati aku maka ia
mentaati Alloh subhanahu wa ta'ala, dan barang siapa mendurhakai aku maka ia
mendurhakai Alloh subhanahu wa ta'ala, barang siapa yang taat kepada Amirku maka
ia taat kepadaku dan barang siapa mendurhakai Amirku maka ia telah
mendurhakaiku. (HR Bukhari)
Namun ketaatan
yang dimaksud bukan ketaatan tanpa reserve, namun ketaatan itu sebatas
perintah-perintah yang sesuai dengan perintah Alloh subhanahu wa ta'ala dan
Rasul-Nya, dalam artian apabila Ulil Amri memerintahkan sesuatu yang mengarah
kepada kemaksyiatan kepada Alloh subhanahu wa ta'ala dan Rasul-Nya, maka tidak
boleh taat kepada Ulil Amri tersebut, karena tidak ada ketaatan kepada mahluk
untuk bermaksyiat kepada Alloh subhanahu wa ta'ala.
Siapakah Ulil Amri menurut Syari’at
Islam ?
Adapun yang
dimaksud Ulil Amri itu sendiri adalah: Pemimpin kaum muslimin dalam system
Islam (Kekhalifahan Islam/Khilafah Islamiyyah/Khilafatul Muslimin) secara
mendunia (Universal) yang melaksakan Syari'at Islam sesuai dengan kemampuannya
(Ittaqulloha mastatho'tum) pemimpin yang menempatkan kekuasan tertinggi
ditangan Syari'at Alloh subhanahu wa ta'ala dan bukan pemimpin dalam pengertian
lainnya.
Kaum
muslimin rahimakumulloh..
Secara rasional
kepemimpinan sangat diperlukan bagi ajaran apa saja, dalam kehidupannya untuk
menjamin keberlangsungan ajaran yang diyakini kebenarannya, baik itu yang
berasal dari Alloh subhanahu wa ta'ala maupun dari hasil pemikirannya manusia,
baik itu pemimpin yang sudah diangap modern maupun yang masih bersifat
tradisional berbasis adat istiadat dan budaya lokal.
Istilah kepala
suku misalnya, adalah istilah yang lahir dari wujudnya kepemimpinan dari suatu
suku tertentu yang hidup dalam masyarakat sebagai tuntunan bagi masyarakat itu
sendiri,
Dan tentunya
sangat rasional sekali jikalau seluruh kaum Muslimin sepakat untuk
mengangkat seorang Khalifah/Amirul Mu'minin bagi kaum Muslimin sebagai
pelaksanaan dari perintah Alloh subhanahu wa ta’ala dalam rangka ibadah
kepada-Nya, diantara alasan pokok dari rasa kewajiban itu adalah firman Alloh
diatas.
Dalam Islam Ulil Amri yang dimaksud dikenal dengan istilah Khalifah/Amirul
Mu'minin dalam sistem yang disebut dengan Khilafah Islamiyyah sebagai wujud
kepemimpinan (Institusi) dan Syari'at Islam sebagai Konstitusinya
(Undang-Undangmya) Alloh berfirman:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah)
di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui." (Qs Al-Baqarah 30).
Imam
Al-Qurthubi dalam tafsirnya jilid 1 halaman 263 mengatakan: "Ayat ini
turun berkenaan dengan wajibnya mengangkat seorang Imam atau Khalifah untuk
didengar dan ditaati, agar semuanya bisa bersepakat dalam satu
kesepakatan dan terlaksananya hukum-hukum kekhalifahan”
Kaum muslimin
rahimakumulloh..
Padahal kita
tahu bahwa obyek ayat diatas adalah penciptaan Nabi Adam alaihissallam, yang
baru seorang diri, tapi Alloh subhanahu wata’ala sudah berbicara tentang
wajib tegaknya kepemimpinan seorang Khalifah.
Demikian
juga dengan hadits Nabi yang mengatakan: "Jika tiga orang keluar
untuk bersafar hendaknya salah satunya menjadi amir diantara mereka" (HR
Abu Daud, dalam Jami' Ash-Shaghir 500)
Jika kunci
keberhasilan dari safar yang hanya berjumlah tiga orang harus adanya Amir
bagaimana dengan Ummat Islam yang berjumlah Milyaran saat ini?
Wujud
pelaksanaan kewajiban berkhilafah
Pasca runtuhnya
Khilafah Utsmaniyah (Turki) yang resminya pada tahun 1924M (87 tahun yang lalu)
secara otomatis Ummat Islam tidak lagi memiliki Imam/Khalifah sebagaimana yang
dikehendaki oleh Syari'at Islam, tetapi yang lahir kemudian adalah berbagai
kelompok Ummat yang bercerai berai tanpa satu komando, hingga berbagai
potensinya tidak bermanfaat bagi Izzatul islam wal Muslimin.
Berbagai usaha
telah banyak dilakukan oleh Ummat Islam untuk mengembalikan kejayaan Islam itu
sendiri , kebanyakan mereka membawa embel-embel menegakkan Khilafah
Islamiyyah, berbagai warna kemudian ditampilkan oleh berbagai kelompok
tersebut, ada yang mengutamakan Jihad dalam artian Qital (perang), ada yang
bermotif Bisnis (ekonomi ) yang dianggap sebagai pokok yang mesti dibenahi, ada
yang mengatakan pendidikan dan pengajaran sebagai fundamen yang perlu
diperbaiki dan berbagai kecenderungan lain yang pada akhirnya melahirkan
berbagai kelompok atau Jama'ah dengan bentuk dan nama yang diambil dari
bagian-bagian ajaran itu sendiri, ada yang cenderung kepada ajaran persaudaraan
kemudian menamakan Jama'ahnya dengan Jama'ah persaudaraan, yang cenderung
kepada Jihad membuat Jama'ah Jihad, ada yang cenderung kepada pendidikan
membentuk Jama'ah pendidikan (Usrah), yang cenderung kepada Dzikir membentuk
Jama'ah Dzikir dan lain sebagainya.
Kaum muslimin
rahimakumulloh..
Anehnya
diantara berbagai kelompok-kelompok tersebut tidak pernah terdapat titik
temu satu sama lain, dan terkadang saling mencela tanpa adanya keinginan
untuk bersatu dalam satu wadah Jama’ah yang telah dicontohkan oleh Rasululloh
shalallohu alaihi wassallam dan para Shahabat, masing-masing menganggap dirinya
paling benar, hingga muncul kebanggaan kelompok yang melebihi kebanggaan
terhadap Islam. Hal tersebut merupakan suatu fenomena kemusyirikan sebagaimana
firman Alloh subhanahu wa ta’ala:
Artinya: “Dengan kembali bertaubat kepada-Nya
dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk
orang-orang yang mempersekutukan Allah,
yaitu orang-orang yang memecah-belah agama
mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga
dengan apa yang ada pada golongan mereka.
(Qs Ar-Ruum 31-32)
(Qs Ar-Ruum 31-32)
Yang dimaksud
“Janganlah kamu menyerupai orang-orang musyrik” disini adalah jangan menyerupai
perbuatan mereka yang suka memecah belah Agama, mengganti, merubah, mengimani
sebagian dan mengingkari sebagian yang lain (Tafsir Ibnu Katsir :III/418)
Maka ayat ini
memperingatkan kaum muslimin supaya tidak mengikuti firqoh-firqoh seperti orang
musyrik sebab telah jelas bahwa semuanya dalam kesesatan yang nyata (Tafsir Abi
Su’ud:VII/61)
Berhubungan dengan hal wajib adanya persatuan dan kesatuan Ummat, pengarang
kitab Wihdatul Ummah ‘Abdurrahman Shiddiqi’ mengatakan dalam muqaddimah
kitabnya “Sesungguhnya perkara Jama’ah dan Imamah adalah salah satu perkara
terpenting dari perkara Dieniyyah, akan tetapi sayang sekali sangat sedikit
yang mengerti dan mengutamakan masalah Jama’ah dan Imamah dikalangan Ummat ini”
Khilafah alaa
minhajin Nubuwwah
Oleh karena itu
metode Khilafah alaa minhajin Nubuwwah (Kepemimpinan yang mengikuti metode
kenabian) adalah metode yang paling tepat untuk menegakkan kembali Khilafah
Islamiyyah, metode ini tentunya bukan hasil dari sebuah pemikiran warga
Khilafah itu sendiri, tapi merupakan suatu petunjuk dari Alloh subhanahu wa
ta’ala dan Rasul-Nya dimana pada akhir zaman kata beliau sebelum kiamat tiba,
akan kembali tegak Khilafah alaa minhajin Nubuwwah, Rasulalloh shalallohu
alaihi wassallam bersabda:
”Adalah masa
kenabian itu ada ditengah-tengah kalian, adanya atas kehendak Alloh subhanahu
wa ta’ala, kemudian Alloh subhanahu wa ta’ala mengangkatnya apabila Dia
berkehendak mengangkatnya, kemudian adalah masa Khilafah alaa minhajin
Nubuwwah (Kepemimpinan yang mengikuti metode kenabian) adanya atas kehendak
Alloh subhanahu wa ta’ala, kemudian Alloh subhanahu wa ta’ala mengangkatnya
apabila Dia berkehendak mengangkatnya, Kemudian adalah masa kerajaan yang
menggigit (Mulkan Adh-dhon) adanya atas kehendak Alloh subhanahu wa ta’ala,
kemudian Alloh subhanahu wa ta’ala mengangkatnya apabila Dia berkehendak
mengangkatnya, kemudian adalah masa kerajaan yang menyombong (Mulkan
Jabbariyatan) adanya atas kehendak Alloh subhanahu wa ta’ala, kemudian Alloh
subhanahu wa ta’ala mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya,
Kemudian adalah masa Khilafah alaa minhajin Nubuwwah (Kepemimpinan yang
mengikuti metode kenabian) kemudian beliau diam
(HR Ahmad dari Nu’man bin Basyir, Mjusnad Ahmad:IV/273, Al Baihaqi, Misykatul Mashobih hal 461, lafadz Ahmad)
(HR Ahmad dari Nu’man bin Basyir, Mjusnad Ahmad:IV/273, Al Baihaqi, Misykatul Mashobih hal 461, lafadz Ahmad)
Kaum muslimin
rahimakumulloh..
Sebutan untuk
masa Khilafah pasca kenabian dengan Khilafah akhir zaman atau Khilafah alaa
minhajin Nubuwwah (Kepemimpinan yang mengikuti metode kenabian), yang berbeda
dalam hal ini adalah wujudnya dari awal, kalau dulu Khilafah pasca kenabian
(Khulafaur Rasyidin) merupakan warisan langsung dari sistem Kenabian, tapi
Khilafah akhir zaman akan mewujud dari ketiadaannya sama sekali.
Oleh karena itu
perjuangan untuk menegakkan kembali Khilafah alaa mihajin Nubuwwah pun tidak
sebagaimana memulai Khilafah pasca kenabian yang langsung mempunyai kekuatan
pasukan,kekuatan sosial politik.ekonomi,serta para tokoh yang memadai untuk
berbagai peran yang dibutuhkan oleh Khilafah pada saat itu.
Untuk memulai
Khilafah akhir zaman harus kita tarik kebelakang dari awal Rasululloh
shalallohu alaihi wassallam memulai da’wahnya, yaitu dengan adanya seseorang
yang mengaku menjadi Nabi (Muhammad shalallohu alaihi wassallam) kemudian akan
ada yang membenarkannya,mengikutinya,memperjuangkannya,serta membelanya, dan
ada pula yang sebaliknya.
Demikian pula
dengan Khilafah akhir zaman, akan dimulai dengan seorang yang memiliki
kesadaran, kemudian menjadi sebuah Jama’ah kecil,bertambah satu demi satu dari
waktu ke waktu dari tingkat permusuhan yang bertingkat seiring dengan
bertambahnya kemampuan yang dimiliki Khilafah itu sendiri.
Kaum muslimin
rahimakumulloh..
Semoga dengan
berkepemimpinan yang benar (Khalifah/Amirul Mu’minin) dan dengan Jama’ah yang
benar (Khilafah ) kita senantiasa dijauhkan dari adzab Alloh subhanahu wa
ta’ala Aamiin.
Wallohu a’lam
bishshawwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar