Kamis, 22 Agustus 2013

Arti Penting Kepemimpinan Ummat


Segala puji hanya milik Alloh subhanahu wa ta'ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Rasululloh shalallohu alaihi wassallam,keluarganya,shahabatnya,dan Insya Alloh kepada kita semua yang tetap Istiqomah menetapi jalan-Nya aamiin.

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Qs An-Nissa 59)

Kaum Muslimin rahimakumulloh..
Seluruh kaum muslimin bersepakat akan wajibnya mengangkat seorang Imam/Khalifah/Amirul  Mu'minin bagi kaum Muslimin sebagai pelaksanaan dari perintah Alloh subhanahu wa ta'ala dalam rangka beribadah kepada-Nya, diantara alasan pokok kewajiban itu adalah firman Alloh subhanahu wa ta'alaa diatas.



Kewajiban Thaat Kepada Ulil Amri
Ulil Amri yang dimaksud diatas ditujukan kepada setiap orang yang beriman tanpa terkecuali, dimana kewajiban itu pada hakikatnya adalah merupakan kewajiban terhadap Alloh subhanahu wa ta'ala sebagai sang pemberi perintah itu sendiri, dan bukan ibadah kepada Ulil Amri secara pribadi,  oleh karena itu pembangkangan terhadapnya akan berakibat maksyiat dan dosa kepada Alloh subhanahu wa ta'ala, dan sebaliknya ketaatan kepada Ulil Amri akan berbuah pahala disisi Alloh subhanahu wa ta'ala.
Rasululloh shalallohu alaihi wassallam bersabda: 

"Barang siapa mentaati aku maka ia mentaati Alloh subhanahu wa ta'ala, dan barang siapa mendurhakai aku maka ia mendurhakai Alloh subhanahu wa ta'ala, barang siapa yang taat kepada Amirku maka ia taat kepadaku dan barang siapa mendurhakai Amirku maka ia telah mendurhakaiku.  (HR Bukhari)

Namun ketaatan yang dimaksud bukan ketaatan tanpa reserve, namun ketaatan itu sebatas perintah-perintah yang sesuai dengan perintah Alloh subhanahu wa ta'ala dan Rasul-Nya, dalam artian apabila Ulil Amri memerintahkan sesuatu yang mengarah kepada kemaksyiatan kepada Alloh subhanahu wa ta'ala dan Rasul-Nya, maka tidak boleh taat kepada Ulil Amri tersebut, karena tidak ada ketaatan kepada mahluk untuk bermaksyiat kepada Alloh subhanahu wa ta'ala.



Siapakah Ulil Amri menurut Syari’at Islam ?

Adapun yang dimaksud Ulil Amri itu sendiri adalah: Pemimpin kaum muslimin dalam system Islam (Kekhalifahan Islam/Khilafah Islamiyyah/Khilafatul Muslimin) secara mendunia (Universal) yang melaksakan Syari'at Islam sesuai dengan kemampuannya (Ittaqulloha mastatho'tum) pemimpin yang menempatkan kekuasan tertinggi ditangan Syari'at Alloh subhanahu wa ta'ala dan bukan pemimpin dalam pengertian lainnya.

Kaum  muslimin rahimakumulloh..
Secara rasional kepemimpinan sangat diperlukan bagi ajaran apa saja, dalam kehidupannya untuk menjamin keberlangsungan ajaran yang diyakini kebenarannya, baik itu yang berasal dari Alloh subhanahu wa ta'ala maupun dari hasil pemikirannya manusia, baik itu pemimpin yang sudah diangap modern maupun yang masih bersifat  tradisional berbasis adat istiadat dan budaya lokal. 
Istilah kepala suku misalnya, adalah istilah yang lahir dari wujudnya kepemimpinan dari suatu suku tertentu yang hidup dalam masyarakat sebagai tuntunan bagi masyarakat itu sendiri,
Dan tentunya sangat rasional sekali jikalau seluruh kaum Muslimin sepakat untuk  mengangkat seorang Khalifah/Amirul Mu'minin bagi kaum Muslimin sebagai pelaksanaan dari perintah Alloh subhanahu wa ta’ala dalam rangka ibadah kepada-Nya, diantara alasan pokok dari rasa kewajiban itu adalah firman Alloh diatas.

Dalam Islam Ulil Amri yang dimaksud dikenal dengan istilah Khalifah/Amirul Mu'minin dalam sistem yang disebut dengan Khilafah Islamiyyah sebagai wujud kepemimpinan (Institusi) dan Syari'at Islam sebagai Konstitusinya (Undang-Undangmya) Alloh berfirman:

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Qs Al-Baqarah 30).

Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya jilid 1 halaman 263 mengatakan: "Ayat ini turun berkenaan dengan wajibnya mengangkat seorang Imam atau Khalifah untuk didengar dan ditaati, agar semuanya bisa bersepakat  dalam satu kesepakatan dan terlaksananya hukum-hukum kekhalifahan”
Kaum muslimin rahimakumulloh..
Padahal kita tahu bahwa obyek ayat diatas adalah penciptaan Nabi Adam alaihissallam, yang baru seorang diri, tapi Alloh subhanahu wata’ala sudah berbicara tentang  wajib tegaknya kepemimpinan seorang Khalifah.
Demikian juga  dengan hadits Nabi yang mengatakan: "Jika tiga orang keluar untuk bersafar hendaknya salah satunya menjadi amir diantara mereka" (HR Abu Daud, dalam Jami' Ash-Shaghir  500)
Jika kunci keberhasilan dari safar yang hanya berjumlah tiga orang harus adanya Amir bagaimana dengan Ummat Islam yang berjumlah Milyaran saat ini?

Wujud pelaksanaan kewajiban berkhilafah
Pasca runtuhnya Khilafah Utsmaniyah (Turki) yang resminya pada tahun 1924M (87 tahun yang lalu) secara otomatis Ummat Islam tidak lagi memiliki Imam/Khalifah sebagaimana yang dikehendaki oleh Syari'at Islam, tetapi yang lahir kemudian adalah berbagai kelompok Ummat yang bercerai berai tanpa satu komando, hingga berbagai potensinya tidak bermanfaat bagi Izzatul islam wal Muslimin.

Berbagai usaha telah banyak dilakukan oleh Ummat Islam untuk mengembalikan kejayaan Islam itu sendiri , kebanyakan mereka membawa embel-embel  menegakkan Khilafah Islamiyyah, berbagai warna kemudian ditampilkan oleh berbagai kelompok tersebut, ada yang mengutamakan Jihad dalam artian Qital (perang), ada yang bermotif Bisnis (ekonomi ) yang dianggap sebagai pokok yang mesti dibenahi, ada yang mengatakan pendidikan dan pengajaran sebagai fundamen yang perlu diperbaiki dan  berbagai kecenderungan lain yang pada akhirnya melahirkan berbagai kelompok atau Jama'ah dengan bentuk dan nama yang diambil dari  bagian-bagian ajaran itu sendiri, ada yang cenderung kepada ajaran persaudaraan kemudian menamakan Jama'ahnya dengan Jama'ah persaudaraan, yang cenderung kepada Jihad membuat Jama'ah Jihad, ada yang cenderung kepada pendidikan membentuk Jama'ah pendidikan (Usrah), yang cenderung kepada Dzikir membentuk Jama'ah Dzikir dan lain sebagainya.

Kaum muslimin rahimakumulloh..
Anehnya diantara berbagai  kelompok-kelompok tersebut tidak pernah terdapat titik temu satu sama lain, dan terkadang saling mencela  tanpa adanya keinginan untuk bersatu dalam satu wadah Jama’ah yang telah dicontohkan oleh Rasululloh shalallohu alaihi wassallam dan para Shahabat, masing-masing menganggap dirinya paling benar, hingga muncul kebanggaan kelompok yang melebihi kebanggaan terhadap Islam. Hal tersebut merupakan suatu fenomena kemusyirikan sebagaimana firman Alloh subhanahu wa ta’ala:

Artinya: “Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,
yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.
 (Qs  Ar-Ruum 31-32)

Yang dimaksud “Janganlah kamu menyerupai orang-orang musyrik” disini adalah jangan menyerupai perbuatan mereka yang suka memecah belah Agama, mengganti, merubah, mengimani sebagian dan mengingkari sebagian yang lain (Tafsir Ibnu Katsir :III/418) 
 
Maka ayat ini memperingatkan kaum muslimin supaya tidak mengikuti firqoh-firqoh seperti orang musyrik sebab telah jelas bahwa semuanya dalam kesesatan yang nyata (Tafsir Abi Su’ud:VII/61)
Berhubungan dengan hal wajib adanya persatuan dan kesatuan Ummat, pengarang kitab Wihdatul Ummah ‘Abdurrahman Shiddiqi’ mengatakan dalam muqaddimah kitabnya “Sesungguhnya perkara Jama’ah dan Imamah adalah salah satu perkara terpenting dari perkara Dieniyyah, akan tetapi sayang sekali sangat sedikit yang mengerti dan mengutamakan masalah Jama’ah dan Imamah dikalangan Ummat ini”

Khilafah alaa minhajin Nubuwwah
Oleh karena itu metode Khilafah alaa minhajin Nubuwwah (Kepemimpinan yang mengikuti metode kenabian) adalah metode yang paling tepat untuk menegakkan kembali Khilafah Islamiyyah, metode ini tentunya bukan hasil dari sebuah pemikiran  warga Khilafah itu sendiri, tapi merupakan suatu petunjuk dari Alloh subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya dimana pada akhir zaman kata beliau sebelum kiamat tiba, akan kembali tegak Khilafah alaa minhajin Nubuwwah, Rasulalloh shalallohu alaihi wassallam bersabda:
”Adalah masa kenabian itu ada ditengah-tengah kalian, adanya atas kehendak Alloh subhanahu wa ta’ala, kemudian Alloh subhanahu wa ta’ala mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya, kemudian adalah  masa Khilafah alaa minhajin Nubuwwah (Kepemimpinan yang mengikuti  metode kenabian) adanya atas kehendak Alloh subhanahu wa ta’ala, kemudian Alloh subhanahu wa ta’ala mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya, Kemudian adalah masa kerajaan yang menggigit (Mulkan Adh-dhon) adanya atas kehendak Alloh subhanahu wa ta’ala, kemudian Alloh subhanahu wa ta’ala mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya, kemudian adalah masa  kerajaan yang menyombong (Mulkan Jabbariyatan) adanya atas kehendak Alloh subhanahu wa ta’ala, kemudian Alloh subhanahu wa ta’ala mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya, Kemudian adalah masa Khilafah alaa minhajin Nubuwwah (Kepemimpinan yang mengikuti metode kenabian) kemudian beliau diam 
(HR Ahmad dari Nu’man bin Basyir, Mjusnad Ahmad:IV/273, Al Baihaqi, Misykatul Mashobih hal 461, lafadz Ahmad)

Kaum muslimin rahimakumulloh..
Sebutan untuk masa Khilafah pasca kenabian dengan Khilafah akhir zaman atau Khilafah alaa minhajin Nubuwwah (Kepemimpinan yang mengikuti metode kenabian), yang berbeda dalam hal ini adalah wujudnya dari awal, kalau dulu Khilafah pasca kenabian (Khulafaur Rasyidin) merupakan warisan langsung dari sistem Kenabian, tapi Khilafah akhir zaman akan mewujud dari ketiadaannya sama sekali.
Oleh karena itu perjuangan untuk menegakkan kembali Khilafah alaa mihajin Nubuwwah pun tidak sebagaimana memulai Khilafah pasca kenabian yang langsung mempunyai kekuatan pasukan,kekuatan sosial politik.ekonomi,serta para tokoh yang memadai untuk berbagai peran yang dibutuhkan oleh Khilafah pada saat itu.
Untuk memulai Khilafah akhir zaman harus kita tarik kebelakang dari awal Rasululloh shalallohu alaihi wassallam memulai da’wahnya, yaitu dengan adanya seseorang yang mengaku menjadi Nabi (Muhammad shalallohu alaihi wassallam) kemudian akan ada yang membenarkannya,mengikutinya,memperjuangkannya,serta membelanya, dan ada pula yang sebaliknya.
Demikian pula dengan Khilafah akhir zaman, akan dimulai dengan seorang yang memiliki kesadaran, kemudian menjadi sebuah Jama’ah kecil,bertambah satu demi satu dari waktu ke waktu dari tingkat permusuhan yang bertingkat seiring dengan bertambahnya kemampuan yang dimiliki Khilafah itu sendiri.

Kaum muslimin rahimakumulloh..
Semoga dengan berkepemimpinan yang benar (Khalifah/Amirul Mu’minin) dan dengan Jama’ah yang benar (Khilafah ) kita senantiasa dijauhkan dari adzab Alloh subhanahu wa ta’ala Aamiin.
Wallohu a’lam bishshawwab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar