Mengawali khutbah ini, terlebih dahulu marilah
kita memuji kebesaran Allah Subhanahu wata'ala yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga pada hari ini kita dapat melaksanakan perintah Allah,
untuk melaksanakan shalat Jum’at berjama’ah. Kita bersyukur kepada Allah
Subhanahu wata'ala yang telah menciptakan segala sesuatu, dan menurunkan
syari'at sebagai petunjuk jalan bagi makhluk ciptaan-Nya dalam mengarungi
kehidupan dunia ini.
Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat dan kesejahteraan kepada Nabi Muhammad Shalallohu alaihi wasallam, keluarga, para shahabat, tabi'in, tabi'ut-tabi'in serta seluruh kaum Muslimin yang setia mengikuti beliau dengan baik hingga hari kiamat.
Kemudian, sebagai khatib pada kesempatan khutbah hari ini, perkenankan kami mengingatkan diri pribadi dan segenap jamaah sekalian, marilah kita senantiasa meningkatkan taqwa kepada Allah Subhanahu wata'ala. Marilah peningkatan taqwa ini kita jadikan sebagai agenda hidup yang utama, agar menjadi manusia ideal menurut Islam. Yakni, menjadi manusia mulia dan dimuliakan oleh Allah Subhanahu wata'ala sebagaimana firman-Nya:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Qs. Al-Hujurat, 49:13)
Definisi al-wala' adalah kata mashdar
dari fi'il "waliya" yang artinya dekat. Yang dimaksud dengan wala' di
sini adalah dekat kepada kaum muslimin dengan mencintai mereka, membantu dan
menolong mereka atas musuh-musuh mereka dan bertempat tinggal bersama mereka.
Sedangkan bara' adalah mashdar dari “bara'ah”
yang berarti me-mutus atau memotong. Maksud-nya di sini ialah memutus hubungan
atau ikatan hati dengan orang-orang kafir, sehingga tidak lagi mencintai
mereka, membantu dan menolong mereka serta tidak tinggal bersama mereka.
Arti bara' dalam istilah adalah menjauhkan,
membebaskan diri dan mengumumkan permusuhan setelah memberikan alasan dan
peringatan. Dikatakan artinya memutuskan hubungan antara dirinya dan
orang-orang kafir, oleh karenanya dia tidak membela, tidak mencintai, tidak cenderung
dan tidak pula meminta pertolongan dari mereka.
(Inilah
pernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan RasulNya (yang dihadapkan) kepada
orang-orang musyrikin yang kamu (kaum muslimin) telah mengadakan perjanjian
(dengan mereka (Qs At Taubah 01).
Kedudukan wala' dan bara' dalam Islam
Di antara hak tauhid adalah mencintai ahlinya
yaitu para muwah-hidin, serta memutuskan hubungan dengan para musuhnya yaitu
kaum musyrikin. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya
penolong kamu hanyalah Allah, RasulNya, dan orang-orang yang beriman, yang
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).
Dan barang-siapa mengambil Allah, RasulNya dan orang-orang yang beri-man
menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti
menang
(QS
Al-Maidah: 55-56)
Wala' dan bara' merupakan salah satu dasar Agama dan pokok keimanan dan aqidah,
maka tidak sah keimanan seseorang tanpa keduanya (wala' dan bara'). Oleh
karenanya wajib bagi setiap muslim untuk berteman karena Allah, cinta karena
Allah, memusuhi karena Allah dan benci karena Allah, dengan demikian dia
berteman dengan wali Allah (orang-orang yang beriman), dan mencintainya serta
memusuhi musuh-musuh Allah, melepaskan diri dari mereka, dan membencinya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
“Pengikat
iman yang paling kuat adalah setia karena Allah, memusuhi karena Allah, cinta
karena Allah dan benci karena Allah." (HR Muslim)
Dari keterangan di atas maka jelaslah bahwa
wala' berasas pada cinta, pertolongan, dan mengikuti. Barangsiapa cinta karena
Allah dan benci karena Allah, berkawan dan bermusuhan karena Allah maka dialah
wali Allah.
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu berkata, "Barangsiapa
cinta karena Allah, benci karena Allah, berkawan karena Allah, bermusuhan
karena Allah, dan kewalian (pertolongan kedekatan) dari Allah bisa didapat
hanyalah dengan hal itu, dan seorang hamba tidak akan mendapatkan rasa
(kenikmatan) iman walaupun banyak shalat dan puasanya sehingga dia menjadi
seperti di atas (mencintai, membenci, berkawan dan bermusuhan karena Allah) dan
persaudaraan antara manusia sekarang telah berdiri di atas kepentingan dunia,
hal yang sedemikian tidak akan memberikan manfaat sedikitpun juga."
Adapun orang yang setia kepada kaum kafir,
menjadikan mereka sebagai teman dan saudara maka dia seperti mereka, Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman :
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan Nasrani
menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi
sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi
pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS.Al Maaidah
05:51)
Dan Al-Qur'an mengandung banyak ayat yang
mengingatkan kita agar tidak menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin atau
teman setia seperti dalam firmannya :
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaan
orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya
(menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu.
Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati
mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat
(Kami), jika kamu memahaminya.
(QS. Ali Imran 03:118)
Bara' adalah termasuk dasar-dasar aqidah Islam yang artinya menjauhkan diri
dari orang kafir, memusuhi mereka dan memutuskan hubungan dengan mereka, maka
tidak sah iman seseorang sehingga dia mencintai para wali Allah (orang-orang
yang beriman) dan memusuhi musuh-musuh Allah dan melepaskan diri dari mereka
walau pun mereka adalah kerabat yang terdekat, Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman :
Artinya;
Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari
akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan
Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau
saudara-saudara ataupun keluarga mereka.Mereka itulah orang-orang yang Allah
telah menanamkan keimanan dalam hati mereka denga pertolongan yang datang
daripada-Nya.Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya.Allah ridha terhadap mereka dan
merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya.Mereka itulah golongan
Allah.Ketahuilah, bhwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang
beruntung.
(QS.
58:22)
Ayat ini mengandung pengertian bahwa iman
tidak akan terealisasi kecuali bagi orang yang menjauhkan orang-orang kafir
yang menentang Allah dan Rasul-Nya, melepaskan diri, dan memusuhi mereka
walaupun kerabat terdekat, dan Allah telah memuji Ibrahim ketika dia melepaskan
diri dari bapak, kaumnya dan sesembahan mereka. Firman Allah :
Dan
ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Sesungguhnya
aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah.Tetapi (aku menyembah
Rabb) Yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah
kepadaku".
(QS. Az
Zukhruf 43:26-27)
Sesungguhnya
telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang
bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka:"Sesungguhnya
kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami
ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan
kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. (QS.
Mumtahanah 60:4)
Dengan keterangan singkat tentang wala' dan
bara', jelaslah urgensi dua pondasi ini dan kedudukannya dalam Islam.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
berkata, "Hal kedelapan (yang dapat mengeluarkan orang dari agama Islam)
adalah bahu-membahu dan menolong orang kafir untuk memerangi kaum muslimin
berdasarkan firman Allah :
Barangsiapa
di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya
orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang zalim. (QS. Al Ma’aidah 05:51)
Syaikh Muhammad bin Ibrahim ketika ditanya
tentang seorang muslim yang tidak memusuhi kemusyrikan beliau menjawab,
"Sesungguhnya seseorang itu tidaklah menjadi orang Islam kecuali bila dia
mengetahui tauhid, tunduk /meyakininya, mengamalkan tuntutannya, membenarkan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam apa yang beliau kabarkan,
menaatinya dalam larangan dan perintahnya, dan beriman kepadanya dan kepada apa
yang beliau bawa, maka siapa orangnya mengatakan saya tidak memusuhi
orang-orang musyrik atau dia itu memusuhinya namun tidak mengkafirkannya atau
dia itu mengatakan saya tidak akan mengganggu orang-orang yang mengucapkan Laa
Ilaaha Illallaah meskipun mereka itu melakukan kekufuran dan kemusyrikan serta
memusuhi agama Allah atau dia mengatakan saya tidak akan mengganggu kubah-kubah
itu (rela dengan kemusyrikan,red), maka orang semacam ini tidaklah dianggap
sebagai orang muslim, bahkan dia itu justru tergolong orang-orang yang
difirmankan Allah subhanahu wa ta'alaa:
Sesungguhnya
orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud
memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan
mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap
sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil
jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang
yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang
kafir itu siksaan yang
menghinakan.
(Qs An-Nisaa 04: 150-151),
Allah subhanahu wa ta'alaa mewajibkan memusuhi
orang-orang musyrik, menjahuinya dan mengkafirkannya, Dia berfirman:
"Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum
yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan
orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya,"
dan Dia berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu
sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang,
padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu,
mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah,
Tuhanmu,"(Bab hukum murtad juz delapan hal : 111,112 )
Dari uraian di atas jelas sekali bahwa tauhid
dan syirik adalah dua hal yang saling bertentangan dan tidak akan pernah
bertemu selamanya.
Seperti halnya Kepemimpinan Islam (Khilafah
Islamiyyah) dengan Kepemimpinan non Islam (Komunis,Kapitalis,Sekuler dsb)
Dan seseorang yang mengaku faham Islam
dan tauhid tidak akan menempatkan Wala'nya kepada Pemimpin-pemimpin non Islam
dan begitu juga sebaliknya, yaitu, orang yang faham Islam dan tauhid tidak akan
menempatkan Bara'nya kepada Pemimpin-pemimpin Islam (Khalifah/Amirul Mu'minin).
Wallahu a'lam bishshawwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar