Senin, 12 Agustus 2013

Al Wala' wal Baraa'



Mengawali khutbah ini, terlebih dahulu marilah kita memuji kebesaran Allah Subhanahu wata'ala yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga pada hari ini kita dapat melaksanakan perintah Allah, untuk melaksanakan shalat Jum’at  berjama’ah. Kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wata'ala  yang telah menciptakan segala sesuatu, dan menurunkan syari'at sebagai petunjuk jalan bagi makhluk ciptaan-Nya dalam mengarungi kehidupan dunia ini.

Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat dan kesejahteraan kepada Nabi Muhammad Shalallohu alaihi wasallam, keluarga, para shahabat, tabi'in, tabi'ut-tabi'in serta seluruh kaum Muslimin yang setia mengikuti beliau dengan baik hingga hari kiamat.

Kemudian, sebagai khatib pada kesempatan khutbah hari  ini, perkenankan kami mengingatkan diri pribadi dan segenap jamaah sekalian, marilah kita  senantiasa meningkatkan taqwa kepada Allah Subhanahu wata'ala. Marilah peningkatan taqwa ini kita jadikan sebagai agenda hidup yang utama, agar menjadi manusia ideal menurut Islam. Yakni, menjadi manusia mulia dan dimuliakan oleh Allah Subhanahu wata'ala sebagaimana firman-Nya:

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Qs. Al-Hujurat, 49:13)



Definisi al-wala'  adalah kata mashdar dari fi'il "waliya" yang artinya dekat. Yang dimaksud dengan wala' di sini adalah dekat kepada kaum muslimin dengan mencintai mereka, membantu dan menolong mereka atas musuh-musuh mereka dan bertempat tinggal bersama mereka.

Sedangkan bara' adalah mashdar dari “bara'ah” yang berarti me-mutus atau memotong. Maksud-nya di sini ialah memutus hubungan atau ikatan hati dengan orang-orang kafir, sehingga tidak lagi mencintai mereka, membantu dan menolong mereka serta tidak tinggal bersama mereka.

Arti bara' dalam istilah adalah menjauhkan, membebaskan diri dan mengumumkan permusuhan setelah memberikan alasan dan peringatan. Dikatakan artinya memutuskan hubungan antara dirinya dan orang-orang kafir, oleh karenanya dia tidak membela, tidak mencintai, tidak cenderung dan tidak pula meminta pertolongan dari mereka.

(Inilah pernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan RasulNya (yang dihadapkan) kepada orang-orang musyrikin yang kamu (kaum muslimin) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka (Qs At Taubah 01).

Kedudukan wala' dan bara' dalam Islam
Di antara hak tauhid adalah mencintai ahlinya yaitu para muwah-hidin, serta memutuskan hubungan dengan para musuhnya yaitu kaum musyrikin. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:

"Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, RasulNya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barang-siapa mengambil Allah, RasulNya dan orang-orang yang beri-man menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang
(QS Al-Maidah: 55-56)

                Wala' dan bara' merupakan salah satu dasar Agama dan pokok keimanan dan aqidah, maka tidak sah keimanan seseorang tanpa keduanya (wala' dan bara'). Oleh karenanya wajib bagi setiap muslim untuk berteman karena Allah, cinta karena Allah, memusuhi karena Allah dan benci karena Allah, dengan demikian dia berteman dengan wali Allah (orang-orang yang beriman), dan mencintainya serta memusuhi musuh-musuh Allah, melepaskan diri dari mereka, dan membencinya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : 

“Pengikat iman yang paling kuat adalah setia karena Allah, memusuhi karena Allah, cinta karena Allah dan benci karena Allah." (HR Muslim)

Dari keterangan di atas maka jelaslah bahwa wala' berasas pada cinta, pertolongan, dan mengikuti. Barangsiapa cinta karena Allah dan benci karena Allah, berkawan dan bermusuhan karena Allah maka dialah wali Allah.

Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu berkata, "Barangsiapa cinta karena Allah, benci karena Allah, berkawan karena Allah, bermusuhan karena Allah, dan kewalian (pertolongan kedekatan) dari Allah bisa didapat hanyalah dengan hal itu, dan seorang hamba tidak akan mendapatkan rasa (kenikmatan) iman walaupun banyak shalat dan puasanya sehingga dia menjadi seperti di atas (mencintai, membenci, berkawan dan bermusuhan karena Allah) dan persaudaraan antara manusia sekarang telah berdiri di atas kepentingan dunia, hal yang sedemikian tidak akan memberikan manfaat sedikitpun juga." 

Adapun orang yang setia kepada kaum kafir, menjadikan mereka sebagai teman dan saudara maka dia seperti mereka, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS.Al Maaidah 05:51)

Dan Al-Qur'an mengandung banyak ayat yang mengingatkan kita agar tidak menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin atau teman setia seperti dalam firmannya :

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaan orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.
 (QS. Ali Imran 03:118)

                Bara' adalah termasuk dasar-dasar aqidah Islam yang artinya menjauhkan diri dari orang kafir, memusuhi mereka dan memutuskan hubungan dengan mereka, maka tidak sah iman seseorang sehingga dia mencintai para wali Allah (orang-orang yang beriman) dan memusuhi musuh-musuh Allah dan melepaskan diri dari mereka walau pun mereka adalah kerabat yang terdekat, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
 
Artinya; Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka denga pertolongan yang datang daripada-Nya.Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya.Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya.Mereka itulah golongan Allah.Ketahuilah, bhwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung.
(QS. 58:22)

 Ayat ini mengandung pengertian bahwa iman tidak akan terealisasi kecuali bagi orang yang menjauhkan orang-orang kafir yang menentang Allah dan Rasul-Nya, melepaskan diri, dan memusuhi mereka walaupun kerabat terdekat, dan Allah telah memuji Ibrahim ketika dia melepaskan diri dari bapak, kaumnya dan sesembahan mereka. Firman Allah :

Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah.Tetapi (aku menyembah Rabb) Yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku".
(QS. Az Zukhruf 43:26-27)

Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka:"Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. (QS. Mumtahanah 60:4)

Dengan keterangan singkat tentang wala' dan bara', jelaslah urgensi dua pondasi ini dan kedudukannya dalam Islam.

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata, "Hal kedelapan (yang dapat mengeluarkan orang dari agama Islam) adalah bahu-membahu dan menolong orang kafir untuk memerangi kaum muslimin berdasarkan firman Allah :

Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. Al Ma’aidah 05:51)

Syaikh Muhammad bin Ibrahim ketika ditanya tentang seorang muslim yang tidak memusuhi kemusyrikan beliau menjawab, "Sesungguhnya seseorang itu tidaklah menjadi orang Islam kecuali bila dia mengetahui tauhid, tunduk /meyakininya, mengamalkan tuntutannya, membenarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam apa yang beliau kabarkan, menaatinya dalam larangan dan perintahnya, dan beriman kepadanya dan kepada apa yang beliau bawa, maka siapa orangnya mengatakan saya tidak memusuhi orang-orang musyrik atau dia itu memusuhinya namun tidak mengkafirkannya atau dia itu mengatakan saya tidak akan mengganggu orang-orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah meskipun mereka itu melakukan kekufuran dan kemusyrikan serta memusuhi agama Allah atau dia mengatakan saya tidak akan mengganggu kubah-kubah itu (rela dengan kemusyrikan,red), maka orang semacam ini tidaklah dianggap sebagai orang muslim, bahkan dia itu justru tergolong orang-orang yang difirmankan Allah subhanahu wa ta'alaa:
 
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.              
 (Qs An-Nisaa 04: 150-151),


Allah subhanahu wa ta'alaa mewajibkan memusuhi orang-orang musyrik, menjahuinya dan mengkafirkannya, Dia berfirman:

"Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya," 

dan Dia berfirman, 

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang, padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu,"(Bab hukum murtad juz delapan hal : 111,112 )

Dari uraian di atas jelas sekali bahwa tauhid dan syirik  adalah dua hal yang saling bertentangan dan tidak akan pernah bertemu selamanya.
Seperti halnya Kepemimpinan Islam (Khilafah Islamiyyah) dengan Kepemimpinan non Islam (Komunis,Kapitalis,Sekuler dsb)

Dan  seseorang yang mengaku faham Islam dan tauhid tidak akan menempatkan Wala'nya kepada Pemimpin-pemimpin non Islam dan begitu juga sebaliknya, yaitu, orang yang faham Islam dan tauhid tidak akan menempatkan Bara'nya kepada Pemimpin-pemimpin Islam (Khalifah/Amirul Mu'minin).

Wallahu  a'lam bishshawwab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar