Segala puji hanya milik Allah ‘Azza
wa Jalla. Hanya kepada-Nya kita memuji, meminta tolong, memohon ampunan,
bertaubat dan memohon perlindungan atas kejelekan-kejelekan diri dan amal-amal
yang buruk. Barangsiapa yang diberi Allah petunjuk maka tidak ada yang dapat
menyesesatkannya dan barangsiapa yang Allah sesatkan maka tidak ada yang dapat
memberikannya hidayah taufik. Aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang
benar kecuali Allah dan tiada sekutu baginya. Aku bersaksi bahwasanya Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hambaNya dan UtusanNya.
Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam, keluarganya dan para sahabatnya ridwanulloh ‘alaihim
jami’an.
Adalah suatu hal yang telah menyebar
luas dikalangan masyarakat sebuah kebiasaan yang terlarang dalam islam namun
sadar tak sadar telah menjadi suatu hal yang sangat sering kita lihat bahkan
sebahagian orang menganggapnya adalah suatu hal yang boleh-boleh saja, kebiasan
tersebut adalah apa yang disebut sebagai pacaran. Oleh karena itu maka
penulis mencoba untuk memaparkan sedikit tinjauan islam tentang hal ini dengan
harapan penulis dan pembaca sekalian dapat memahami bagaimana islam memandang
pacaran serta kemudian dapat menjauhinya.
Pacaran yang dikenal secara umum adalah suatu jalinan hubungan
cinta kasih antara dua orang yang berbeda jenis yang bukan mahrom dengan
anggapan sebagai persiapan untuk saling mengenal sebelum akhirnya menikah[1].
Inilah mungkin definisi pacaran yang
banyak tersebar dikalangan muda-mudi. Maka atas dasar inilah kebanyakan
orang menganggap bahwa hal ini adalah suatu yang boleh-boleh saja, bahkan lebih
parahnya lagi dianggap aneh kalau menikah tanpa pacaran terlebih dahulu –wal
‘iyyadzubillah –. Lalu jika demikian bagaimanakah tinjauan islam tentang
hal ini? Berikut penulis coba jelaskan sedikit kepada pembaca –sesuai dengan
ilmu yang sampai kepada penulis– bagaimana islam memandang pacaran.
Pacaran adalah suatu yang sudah jelas keharamannya dalam islam,
dalil tentang hal ini banyak sekali diantaranya adalah firman Allah ‘Azza wa
Jalla :
وَلاَ
تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً
“Dan janganlah kamu mendekati
zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan seburuk-buruk
jalan”. (Al Isra’ [17] : 32).
Ayat ini adalah dalil tegas yang
menunjukkan haramnya pacaran. Apa saja perbuatan yang tergolong MENDEKATI ZINA itu?
Diantaranya adalah:saling memandang, merajuk atau manja, bersentuhan (berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, dll), berdua-duaan, dll.
Karena unsur-unsur ini dilarang dalam agama Islam, maka tentu saja hal-hal yang di dalamnya terdapat unsur tersebut adalah dilarang. Termasuk aktifitas yang namanya
"PACARAN"
Hal ini sebagaimana telah disebutkan dalam hadits berikut:
Dari Ibnu Abbas r.a. dikatakan: "Tidak ada yang ku perhitungkan lebih menjelaskan tentang dosa-dosa kecil dari pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shalallahu ;alaihi wasallam bersabda:
"Allah
telah menentukan bagi anak Adam bagiannya dari zina yang pasti dia
lakukan. Zinanya mata adalah melihat (dengan syahwat), zinanya lidah adalah mengucapkan (dengan syahwat), zinanya hati adalah mengharap dan menginginkan (pemenuhan nafsu syahwat), maka farji (kemaluan) yang membenarkan atau mendustakannya." (HR. Al-Bukhari dan Imam Muslim)
lakukan. Zinanya mata adalah melihat (dengan syahwat), zinanya lidah adalah mengucapkan (dengan syahwat), zinanya hati adalah mengharap dan menginginkan (pemenuhan nafsu syahwat), maka farji (kemaluan) yang membenarkan atau mendustakannya." (HR. Al-Bukhari dan Imam Muslim)
Ada
beberapa hal dampat negative dari pacaran sebelum menikah adalah:
Pertama:
Pacaran adalah jalan menuju zina
Yang namanya pacaran adalah jalan menuju zina dan itu nyata. Awalnya mungkin hanya melakukan pembicaraan lewat telepon, sms, atau chating. Namun lambat laut akan janjian kencan. Lalu lama kelamaan pun bisa terjerumus dalam hubungan yang melampaui batas layaknya suami istri. Begitu banyak anak-anak yang duduk di bangku sekolah yang mengalami semacam ini sebagaimana berbagai info yang mungkin pernah kita dengar di berbagai media. Maka benarlah, Allah Ta’ala mewanti-wanti kita agar jangan mendekati zina. Mendekati dengan berbagai jalan saja tidak dibolehkan, apalagi jika sampai berzina. Semoga kita bisa merenungkan ayat yang mulia,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’: 32). Asy Syaukani rahimahullah menjelaskan, “Allah melarang mendekati zina. Oleh karenanya, sekedar mencium lawan jenis saja otomatis terlarang. Karena segala jalan menuju sesuatu yang haram, maka jalan tersebut juga menjadi haram. Itulah yang dimaksud dengan ayat ini.”[1] Selanjutnya, kami akan tunjukkan beberapa jalan menuju zina yang tidak mungkin lepas dari aktivitas pacaran.
Kedua: Pacaran melanggar perintah Allah untuk menundukkan pandangan
Padahal Allah Ta’ala perintahkan dalam firman-Nya,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.” (QS. An Nur: 30).
Yang namanya pacaran adalah jalan menuju zina dan itu nyata. Awalnya mungkin hanya melakukan pembicaraan lewat telepon, sms, atau chating. Namun lambat laut akan janjian kencan. Lalu lama kelamaan pun bisa terjerumus dalam hubungan yang melampaui batas layaknya suami istri. Begitu banyak anak-anak yang duduk di bangku sekolah yang mengalami semacam ini sebagaimana berbagai info yang mungkin pernah kita dengar di berbagai media. Maka benarlah, Allah Ta’ala mewanti-wanti kita agar jangan mendekati zina. Mendekati dengan berbagai jalan saja tidak dibolehkan, apalagi jika sampai berzina. Semoga kita bisa merenungkan ayat yang mulia,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’: 32). Asy Syaukani rahimahullah menjelaskan, “Allah melarang mendekati zina. Oleh karenanya, sekedar mencium lawan jenis saja otomatis terlarang. Karena segala jalan menuju sesuatu yang haram, maka jalan tersebut juga menjadi haram. Itulah yang dimaksud dengan ayat ini.”[1] Selanjutnya, kami akan tunjukkan beberapa jalan menuju zina yang tidak mungkin lepas dari aktivitas pacaran.
Kedua: Pacaran melanggar perintah Allah untuk menundukkan pandangan
Padahal Allah Ta’ala perintahkan dalam firman-Nya,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.” (QS. An Nur: 30).
Dalam
ayat ini, Allah memerintahkan kepada para pria yang beriman untuk menundukkan
pandangan dari hal-hal yang diharamkan yaitu wanita yang bukan mahrom. Namun
jika ia tidak sengaja memandang wanita yang bukan mahrom, maka hendaklah ia
segera memalingkan pandangannya. Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.”[2]
Ketiga: Pacaran seringnya berdua-duaan (berkholwat)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ ، فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ ، إِلاَّ مَحْرَمٍ
“Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya.”[3] Berdua-duaan (kholwat) yang terlarang di sini tidak mesti dengan berdua-duan di kesepian di satu tempat, namun bisa pula bentuknya lewat pesan singkat (sms), lewat kata-kata mesra via chating dan lainnya. Seperti ini termasuk semi kholwat yang juga terlarang karena bisa pula sebagai jalan menuju sesuatu yang terlarang (yaitu zina).
Keempat: Dalam pacaran, tangan pun ikut berzina
Zina tangan adalah dengan menyentuh lawan jenis yang bukan mahrom sehingga ini menunjukkan haramnya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.”[4]
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.”[2]
Ketiga: Pacaran seringnya berdua-duaan (berkholwat)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ ، فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ ، إِلاَّ مَحْرَمٍ
“Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya.”[3] Berdua-duaan (kholwat) yang terlarang di sini tidak mesti dengan berdua-duan di kesepian di satu tempat, namun bisa pula bentuknya lewat pesan singkat (sms), lewat kata-kata mesra via chating dan lainnya. Seperti ini termasuk semi kholwat yang juga terlarang karena bisa pula sebagai jalan menuju sesuatu yang terlarang (yaitu zina).
Keempat: Dalam pacaran, tangan pun ikut berzina
Zina tangan adalah dengan menyentuh lawan jenis yang bukan mahrom sehingga ini menunjukkan haramnya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.”[4]
Berkaitan dengan ayat:
“Dan janganlah kamu mendekati
zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan seburuk-buruk
jalan”. (Al Isra’ [17] : 32).
seorang ahli tafsir Syaikh
Abdurrahman bin Nashir As Sa’di –rahimahullah- mengatakan dalam
tafsirnya,
“Larangan mendekati suatu perbuatan
nilainya lebih daripada semata-mata larangan melakukan suatu perbuatan karena
larangan mendekati suatu perbuatan mencakup larangan seluruh hal yang dapat
menjadi pembuka/jalan dan dorongan untuk melakukan perbuatan yang dilarang”.
Kemudian Beliau –rahimahullah-
menambahkan sebuah kaidah yang penting dalam hal ini,
“Barangsiapa yang mendekati suatu
perbuatan yang terlarang maka dikhawatirkan dia terjatuh pada suatu yang
dilarang”[2].
Hal senada juga sebelumnya dikatakan
penulis Tafsir Jalalain demikian juga Asy Syaukani –rahimahullah-
namun Beliau menambahkan, “Jika suatu yang haram itu telah
dilarang maka jalan menuju keharaman tersebut juga dilarang dengan melihat
maksud pembicaran”[3].
Bahkan diakatakan oleh Syaikh
Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin –rahimahullah-, “termasuk dalam
ayat ini larangan melihat wanita yang bukan istrinya (yang tidak halal baginya,
pen.), mendengarkan suaranya, menyentuhnya, sama saja apakah ketika itu dia
sengaja untuk bersenang-senang dengannya ataupun tidak”[4].
Dari penjelasan para ulama ini
jelaslah bahwa pacaran dalam islam hukumnya haram karena pacaran termasuk dalam
perkara menuju zina yang Allah haramkan ummat nabiNya untuk mendekatinya.
Jika ada yang mengatakan bahwa pacaran
belumlah dapat dikatakan sebagai perbuatan menuju zina, maka kita katakan
kepadanya bukankah orang yang paling tahu tentang perkara yang dapat
mendekatkan ummatnya ke surga dan menjauhkannya dari api neraka telah
mengatakan :
وَ
احْفَظُوْا فُرُوْجَكُمْ وَ غَضُّوْا أَبْصَارَكُمْ وَ كَفُّوْا أَيْدِيَكُمْ
“Jagalah kemaluan kalian, tundukkanlah
pandangan-pandangan kalian dan tahanlah tangan-tangan kalian”.[5]
Dalam hadits yang mulia ini terdapat
perintah untuk menundukkan pandangan dan
hukum asal dari suatu perintah baik
itu perintah Allah ‘Azza wa Jalla ataupun perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah wajib dan adanya tunututan untuk melaksanakan apa yang
diperintahkan dengan segera[6].
Maka jelaslah bahwa pacaran adalah
suatu yang diharamkan dalam islam.
Kemudian jika ada yang mengatakan kalau
seandainya pacaran tidak dibolehkan maka bagaimanakah dua orang insan bisa
menikah padahal mereka belum saling kenal?
Maka kita katakan pada orang yang
beralasan demikian dengan jawaban yang singkat namun tegas bukankah petunjuk
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baik petunjuk?
Bukankah Beliau adalah orang yang paling kasih kepada ummatnya tidak memberikan
petunjuk yang demikian? Firman Allah ‘Azza wa Jalla,
لَقَدْ
جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ
عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu
seorang Rasul dari kaummu sendiri, amt berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat
menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi
penyayang terhadap orang-orang mukmin”.
(At Taubah [9] : 128).
Kata حَرِيصٌ
عَلَيْكُمْ pada ayat di atas ditafsirkan oleh Syaikh Abdurrahman bin
Nashir As Sa’di –rahimahullah- berarti bahwa, “Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah orang yang mencintai kebaikan kepada kita ummatnya,
mengerahkan seluruh kesungguhannya dalam rangka menyampaikan kebaikan kepada
mereka, bersemangat untuk dapat memberikan hidayah (irsyad, pent.) berupa iman
kepada mereka, tidak suka jika kejelekan menimpa mereka dan menegerahkan
seluruh usahanya untuk menjauhkan mereka dari kejelekan”[7].
Dengan demikian ayat di atas jelas
menunjukkan bahwa Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang
paling kasih pada ummatnya dan paling menginginkan kebaikan untuk mereka namun
Beliau tidaklah mengajarkan kepada ummatnya yang demikian. Simak pula sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِنَّهُ
لَمْ يَكُنْ نَبِىٌّ قَبْلِى إِلاَّ كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ
عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرَهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ
“Sesungguhnya tidak ada Nabi
sebelumku kecuali wajib baginya menunjukkan kepada umatnya kebaikan yang dia
ketahui untuk umatnya, dan mengingatkan semua kejelekan yang dia ketahui bagi
umatnya…”.[8]
Maka hendak kemanakah lari orang
yang berpendapat kalau seandainya pacaran tidak dibolehkan maka bagaimanakah
dua orang insan bisa menikah padahal mereka belum saling kenal? Bukankah
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan dan mempraktekkan
bagaimana tatacara menuju pernikahan? Apakah Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah mengajarkan kepada kita cara mencari pasangan hidup
dengan pacaran? Wahai pengikut hawa nafsu hendak kemanakah lagi engkau
palingkan sesuatu yang telah jelas dan gamblang ini ??!!!
Kalau seandainya yang demikian dapat
mengantarkan kepada kebaikan tentulah Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
mengajarkannya kepada kita.
Sebagai penutup kami nukilkan sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang posisi shaf laki-laki dan
perempuan dalam sholat, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan
:
خَيْرُ
صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ
آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
“Sebaik-baik shaf laki-laki
adalah yang pertama, sejelek-jeleknya adalah yang paling akhir dan Sebaik-baik
shaf perempuan adalah yang paling akhir, sejelek-jeleknya adalah adalah yang
paling awal”.[9]
Maka renungkan wahai saudaraku
apakah lebih layak orang –bukan suami istri– yang tidak sedang dalam keadaan
beribadah kepada Allah untuk berdekatan, berdua-duan dan bermesra-mesraan serta
merasa aman dari perbuatan menuju zina padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang mulia mengatakan yang demikian !!!??
Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah menyatakan :
ما
نَهَيتُكُمْ عَنْهُ ، فاجْتَنِبوهُ
“Semua perkara yang aku larang maka
jauhilah”[10]
Allahu Ta’ala a’lam bish showaab,
mudah-mudahan yang sedikit ini dapat menjadi renungan bagi orang-orang yang
masih melakukannya dan bagi kita yang tidak mudah-mudahan Allah jaga anak
keturunan kita darinya.
[1] Jika tujuannya seperti ini saja
terlarang bagaimana jika tidak dengan tujuan yang demikian semisal hanya ingin
berbagi rasa duka dan bahagia ??!! Tentulah hukumnya lebih layak untuk
dikatakan haram.
[2] Lihat Taisir Karimir Rahman fi
Tafsiri Kalaamil Mannan hal. 431 terbitan Dar Ibnu Hazm Beirut, Libanon.
[3] Lihat Fathul Qodhir hal. 258,
terbitan Maktabah Syamilah.
[4] Lihat Syarh Al Kabair hal. 60
terbitan Darul Kutub Al Ilmiyah, Beirut, Lebanon.
[5] HR. Ibnu Khuzaimah no. 91/III, Ibnu
Hibban no. 107, Al Hakim no. 358-359/IV, Ahmad no. 323/V, Thobroni no. 49/I dan
Baihaqi no. 47/II, dan dihasankan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah no.
1525.
[6] Lihat Ushul Min Ilmi Ushul oleh Syaikh
Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin –rahimahullah- hal. 24 terbitan
Darul Aqidah Iskandariyah, Mesir.
[7] Lihat Taisir Karimir Rahman fi
Tafsiri Kalaamil Mannan hal. 334 terbitan Dar Ibnu Hazm Beirut, Libanon.
[8] HR. Muslim no. 1844 dari jalan Ibnu Amr
radhiyallahu ‘anhu.
[9] HR. Muslim no. 132 dan lain-lain.
[10] HR. Bukhori no. 7288, Muslim no. 1337.